
Bertubuh langsing bukanlah segala-galanya namun kegemukan juga bukan suatu kelaziman. Cantik memang relatif namun menjadi sehat adalah mutlak. Mengapa mutlak? Mutlak berarti tidak bisa ditawar-tawar. Seseorang yang normal pasti lebih memilih sehat dibandingkan sakit. Lantas apa hubungannya dengan “Big is Beautiful”? Tidak bermaksud mendiskriminasikan bentuk tubuh atau memojokan seseorang secara fisik namun artikel ini memberikan informasi mengenai bahaya kegemukan bagi kesehatan.
Kegemukan pada dasarnya merupakan suatu kondisi ketidakseimbangan gizi antara zat gizi yang disimpan dalam bentuk lemak tubuh dengan zat gizi yang digunakan untuk menghasilkan energi dan metabolisme tubuh. Selain konsumsi zat gizi, kegemukan juga berkaitan dengan pengeluaran energi tubuh yang dapat dipengaruhi oleh kondisi genetik seseorang, jenis kelamin, umur, obat-obatan, iklim, tempat tinggal, dan stres. Kegemukan secara khusus digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu overweight dan obesitas. Kelebihan berat (overweight) dan obesitas (obesity) berbeda makna. Kelebihan berat merupakan keadaan di mana berat seseorang melebihi standar tinggi badannya, sedangkan obesitas adalah kondisi kelebihan lemak tubuh. Orang yang gemuk (obese) sudah pasti kelebihan berat, tetapi orang yang kelebihan berat belum tentu termasuk gemuk.
Lantas apakah hubungannya antara kegemukan dan penyakit? Review yang dilakukan peneliti-peneliti Inggris Swinburn et, al mengatakan bahwa kejadian kegemukan berhubungan dengan peningkatan risiko diabetes tipe-2, tekanan darah dan risiko hipertensi, kadar kolesterol-total dan kolesterol-LDL, risiko penyakit jantung koroner dan stroke, risiko penyakit kantung empedu dan insiden gejala klinis batu empedu, risiko kanker tertentu, dan risiko gout. Penyakit –penyakit tersebut juga berakibat pada life expectancy yakni, umur dan harapan hidup lebih pendek. Bahkan, sebuah statistik asuransi di Amerika Serikat mencatat, cuma 60 persen orang obesitas bisa mencapai umur 60, bisa 90 persen jika kurus. Yang mencapai umur 70 sekitar 30 persen, 50 persen kalau bisa tetap kurus. Cuma 10 persen orang kegemukan yang masih hidup sampai umur 80, sedang peluang orang kurus bisa 30 persen.
Penyebab kegemukan sekarang ini bukan hanya karena keturunan (genetik) namun faktor lingkunganlah yang mengambil andil besar terhadap kejadian kegemukan seseorang. Pergeseran gaya hidup sehat menjadi gaya hidup tidak sehat seperti minim aktivitas fisik, tinggi konsumsi fast food (kalori tinggi), kurang konsumsi buah-sayur, serta stress dapat memacu kejadian kegemukan pada seseorang. Riset Kesehatan Dasar Indonesia (Riskesdas 2007, Depkes RI) melaporkan, sekitar 10.3% orang dewasa usia 15 tahun ke atas mengalami kegemukan. Hasil penelitian di 3 provinsi dengan kejadian kegemukan tertinggi di Indonesia yaitu Sulawesi Utara, DKI Jakarta, dan Gorontalo berdasarkan Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa perempuan berusia 40 tahun ke atas dan tinggal di perkotaan serta kurang beraktivitas fisik lebih berisiko mengalami kegemukan. Permasalahan kegemukan tidak lagi terjadi di Negara-negara maju namun juga di Negara-negara berkembang seperti Indonesia kegemukan menjadi masalah yang menjadi perhatian utama. Dengan begitu perlu kita sadari bahwa kegemukan perlu kita waspadai. Jadi Big is Beautiful? No More!
Kegemukan pada dasarnya merupakan suatu kondisi ketidakseimbangan gizi antara zat gizi yang disimpan dalam bentuk lemak tubuh dengan zat gizi yang digunakan untuk menghasilkan energi dan metabolisme tubuh. Selain konsumsi zat gizi, kegemukan juga berkaitan dengan pengeluaran energi tubuh yang dapat dipengaruhi oleh kondisi genetik seseorang, jenis kelamin, umur, obat-obatan, iklim, tempat tinggal, dan stres. Kegemukan secara khusus digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu overweight dan obesitas. Kelebihan berat (overweight) dan obesitas (obesity) berbeda makna. Kelebihan berat merupakan keadaan di mana berat seseorang melebihi standar tinggi badannya, sedangkan obesitas adalah kondisi kelebihan lemak tubuh. Orang yang gemuk (obese) sudah pasti kelebihan berat, tetapi orang yang kelebihan berat belum tentu termasuk gemuk.
Lantas apakah hubungannya antara kegemukan dan penyakit? Review yang dilakukan peneliti-peneliti Inggris Swinburn et, al mengatakan bahwa kejadian kegemukan berhubungan dengan peningkatan risiko diabetes tipe-2, tekanan darah dan risiko hipertensi, kadar kolesterol-total dan kolesterol-LDL, risiko penyakit jantung koroner dan stroke, risiko penyakit kantung empedu dan insiden gejala klinis batu empedu, risiko kanker tertentu, dan risiko gout. Penyakit –penyakit tersebut juga berakibat pada life expectancy yakni, umur dan harapan hidup lebih pendek. Bahkan, sebuah statistik asuransi di Amerika Serikat mencatat, cuma 60 persen orang obesitas bisa mencapai umur 60, bisa 90 persen jika kurus. Yang mencapai umur 70 sekitar 30 persen, 50 persen kalau bisa tetap kurus. Cuma 10 persen orang kegemukan yang masih hidup sampai umur 80, sedang peluang orang kurus bisa 30 persen.
Penyebab kegemukan sekarang ini bukan hanya karena keturunan (genetik) namun faktor lingkunganlah yang mengambil andil besar terhadap kejadian kegemukan seseorang. Pergeseran gaya hidup sehat menjadi gaya hidup tidak sehat seperti minim aktivitas fisik, tinggi konsumsi fast food (kalori tinggi), kurang konsumsi buah-sayur, serta stress dapat memacu kejadian kegemukan pada seseorang. Riset Kesehatan Dasar Indonesia (Riskesdas 2007, Depkes RI) melaporkan, sekitar 10.3% orang dewasa usia 15 tahun ke atas mengalami kegemukan. Hasil penelitian di 3 provinsi dengan kejadian kegemukan tertinggi di Indonesia yaitu Sulawesi Utara, DKI Jakarta, dan Gorontalo berdasarkan Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa perempuan berusia 40 tahun ke atas dan tinggal di perkotaan serta kurang beraktivitas fisik lebih berisiko mengalami kegemukan. Permasalahan kegemukan tidak lagi terjadi di Negara-negara maju namun juga di Negara-negara berkembang seperti Indonesia kegemukan menjadi masalah yang menjadi perhatian utama. Dengan begitu perlu kita sadari bahwa kegemukan perlu kita waspadai. Jadi Big is Beautiful? No More!
27 November 2009
Sumber:
Atmarita. 2005. Nutrition Problems In Indonesia. The Article for an Integrated International Seminar and Workshop on Lifestyle – Related Disease. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 19-20 Maret.
[Depkes RI] Departemen Kesehatan. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI.
Humayrah, W. 2009. Skripsi: Faktor Gaya Hidup dalam Hubungannya dengan Kegemukan Orang Dewasa di Provinsi Sulawesi Utara, DKI Jakarta, dan Gorontalo. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB.
Krause, MV. 2000. Food, Nutrition, and Diet Therapy. Ed ke-3. Philadelphia and London: WB Saunders Company.
Swinburn B, Gill T & Kumanyika SK .2005. Obesity prevention: a proposed framework for translating evidence into action. Obesity Reviews 6, 23–33.
WHO. 2000. Obesity: Preventing and Managing the Global Epidemic. Genewa: WHO Technical Report Series.
No comments:
Post a Comment